Masih Tahap Uji Coba, Ini Kata Kapolri Tentang Robot Polisi !
Masih Tahap Uji Coba Sebelum Memutuskan Membeli, Supaya Polri Tahu Apakah Harga Dan Manfaatnya Sepadan. Artinya Robot Polisi itu belum resmi di beli atau di operasikan permanen oleh Polri. Karena robot-robot tersebut di pamerkan di Monas pada 1 Juli 2025 sebagai demo teknologi. Hasil kerja sama Polri dengan perusahaan pembuatnya PT Ezra Robotics dan PT Sari Teknologi. Dan menurut Kapolri, seluruh unit yang di pamerkan masih pinjaman/kerja sama dari pihak produsen. Untuk di uji kemampuannya di berbagai skenario, misalnya patroli, pemantauan kerumunan, dan bantuan di area berisiko tinggi.
Munculnya spekulasi bahwa satu unit robot tersebut bernilai hingga Rp 3 miliar langsung menuai reaksi beragam dari masyarakat, terutama di media sosial. Namun, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa robot-robot tersebut Masih Tahap Uji Coba, bukan bagian dari pengadaan resmi institusi, serta tidak menggunakan dana APBN maupun APBD. “Robot yang kemarin di pamerkan itu masih dalam tahap uji coba. Jadi tidak ada anggaran negara yang di keluarkan”. Pernyataan ini sekaligus meluruskan kekhawatiran publik terkait potensi pemborosan anggaran negara dalam belanja teknologi canggih.
Robot-robot tersebut, termasuk robot anjing (robodog), robot humanoid, dan kendaraan robotik taktis, merupakan bagian dari demonstrasi kemampuan teknologi hasil kerja sama dengan perusahaan lokal seperti PT Sari Teknologi dan PT Ezra Robotics Teknologi. Karena Masih Tahap Uji Coba, ada sekitar 25 unit robot di perlihatkan. Beberapa di antaranya di rancang untuk keperluan pengintaian, deteksi bahan peledak, pemantauan kerumunan, hingga pelayanan publik. Salah satu unit yang menjadi sorotan adalah robodog X30 Pro yang di kabarkan memiliki harga mencapai hampir Rp 3 miliar.
Masih Tahap Uji CobaDan Bagian Dari Strategi Jangka Panjang Polri Dalam Menghadapi Tantangan Era Digital
Menurut pihak pengembang, harga tersebut di sesuaikan dengan spesifikasi tingkat tinggi yang di milikinya. Seperti sensor LiDAR, prosesor NVIDIA Jetson Orin, kamera termal, serta sistem navigasi otonom. Banderol tersebut pun tidak bisa di samakan dengan produk robot anjing versi komersial yang harganya jauh lebih murah karena minim fitur. Kapolri menjelaskan bahwa langkah ini merupakan Masih Tahap Uji CobaDan Bagian Dari Strategi Jangka Panjang Polri Dalam Menghadapi Tantangan Era Digital. Bahkan, dalam Rencana Strategis (Renstra) Polri 2025–2045, penggunaan teknologi robotik telah di masukkan sebagai bagian dari modernisasi institusi.
Rencana pengadaan resmi pun di sebut-sebut akan mulai di bahas dalam anggaran tahun 2026 mendatang. Meski demikian, tanggapan masyarakat masih terbelah. Di satu sisi, banyak yang mengapresiasi langkah Polri untukberadaptasi dengan kemajuan zaman dan teknologi. Namun di sisi lain, ada yang menganggap pemanfaatan robot bisa menjadi sia-sia bila tidak di imbangi dengan peningkatan kualitas pelayanan kepolisian terhadap masyarakat secara umum. Pakar kebijakan publik dan pengamat teknologi menyarankan agar setiap langkah di gitalisasi di lakukan dengan prinsip transparansi, efisiensi, dan audit terbuka.
“Robot canggih memang menarik, tapi pertanyaannya: apakah sesuai dengan kebutuhan? Apakah urgensinya sudah tepat? Dan yang terpenting, apakah prosesnya bebas dari potensi mark-up anggaran?” ujar Dr. M. Taufik, dosen kebijakan publik di salah satu universitas negeri di Jakarta. Dengan klarifikasi resmi dari Polri, publik di harapkan tidak lagi terjebak pada isu harga semata, melainkan bisa fokus pada proses evaluasi, efektivitas, serta urgensi dari teknologi tersebut. Penggunaan robot di sektor keamanan sejatinya sudah menjadi praktik umum di berbagai negara maju. Namun, keberhasilan implementasi selalu bergantung pada keterbukaan informasi dan keterlibatan publik dalam pengawasan.
Robot Polisi Yang Di Pamerkan Dalam Perayaan HUT Ke-79 Bhayangkara Pada 1 Juli 2025
Kehadiran Robot Polisi Yang Di Pamerkan Dalam Perayaan HUT Ke-79 Bhayangkara Pada 1 Juli 2025 langsung menjadi buah bibir di jagat maya. Tak butuh waktu lama, topik “robot polisi Rp 3 miliar” meramaikan berbagai platform media sosial seperti X (sebelumnya Twitter), Instagram, hingga TikTok. Warganet pun ramai-ramai menyampaikan pendapat mereka, mulai dari yang kagum dengan kecanggihan teknologi Polri, hingga yang mempertanyakan urgensi dan transparansi proyek tersebut. Kemunculan robot-robot canggih milik Polri dalam perayaan HUT ke-79 Bhayangkara pada 1 Juli 2025 menandai langkah penting dalam modernisasi institusi kepolisian Indonesia.
Robot-robot ini tidak hanya tampil futuristik, tetapi juga di lengkapi dengan sejumlah teknologi mutakhir yang di rancang untuk mendukung berbagai tugas kepolisian, dari patroli, intelijen, hingga penanganan bahan berbahaya. Salah satu unit paling mencuri perhatian adalah robodog tipe X30 Pro. Robot ini memiliki bentuk menyerupai anjing, lengkap dengan empat kaki yang memungkinkan pergerakan lincah di medan sulit. Robodog ini di bekali dengan sensor LiDAR untuk pemetaan 3D lingkungan secara real-time, kamera termal untuk mendeteksi panas tubuh manusia di area gelap atau tertutup.
Serta prosesor NVIDIA Jetson Orin yang memungkinkan pemrosesan data secara cepat dan akurat. Fitur-fitur tersebut menjadikan robodog ideal untuk tugas berisiko tinggi seperti mendeteksi bom, bahan kimia berbahaya, atau menjelajahi area bencana. Selain Robodog, Polri juga memamerkan Robot Humanoid Bernama ROPI. Oleh karena itu robot ini di rancang menyerupai manusia dan mampu melakukan gerakan kompleks seperti baris-berbaris, memberikan hormat, hingga mengibarkan bendera. ROPI di lengkapi dengan teknologi pengenalan wajah (facial recognition) dan sensor suara, sehingga memungkinkan interaksi langsung dengan masyarakat.
Menimbulkan Berbagai Kontroversi
Dalam skenario ke depan, robot ini dapat di gunakan di kantor pelayanan publik. Membantu menerima laporan, atau memberikan informasi kepada warga secara otomatis. Ada pula robot tank mini yang di rancang untuk operasi taktis di medan yang ekstrem. Robot ini dapat di kendalikan jarak jauh dan mampu menavigasi lorong sempit, terowongan, atau area berbahaya. Kehadiran robot-robot canggih dalam perayaan HUT ke-79 Bhayangkara pada 1 Juli 2025 bukan hanya menjadi sorotan karena kecanggihannya. Tetapi juga karena Menimbulkan Berbagai Kontroversi.
Meskipun Polri telah menyatakan bahwa robot-robot tersebut masih dalam tahap uji coba dan belum di anggarkan melalui APBN. Publik tetap mempertanyakan sejumlah aspek yang di anggap belum transparan dan berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran di masa mendatang. Salah satu hal yang paling memicu kontroversi adalah klaim harga satu unit robot yang mencapai rp 3 miliar. Angka ini di anggap fantastis dan memicu kekhawatiran publik bahwa pengadaan teknologi canggih ini. Bisa menjadi celah baru bagi praktik mark-up atau pemborosan dana negara. Apalagi ketika di bandingkan dengan kebutuhan dasar institusi kepolisian yang masih banyak di keluhkan masyarakat.
Seperti pelayanan yang lambat, minimnya respons terhadap pengaduan warga, serta keterbatasan sarana dan prasarana di tingkat kepolisian daerah. Kontroversi juga muncul karena minimnya penjelasan mengenai urgensi dan efektivitas robot-robot tersebut dalam konteks keamanan nasional. Banyak pihak mempertanyakan, apakah robot tersebut memang benar-benar di butuhkan saat ini, atau hanya sekadar pamer teknologi? Apalagi dalam pameran tersebut, robot humanoid seperti ROPI hanya melakukan parade simbolik. Seperti baris-berbaris dan mengibarkan bendera, yang di nilai tidak mencerminkan kemampuan operasional nyata di lapangan yang Masih Tahap Uji Coba.