Rumah Boyang
Rumah Boyang : Warisan Tradisional Suku Mandar Sulawesi Barat

Rumah Boyang : Warisan Tradisional Suku Mandar Sulawesi Barat

Rumah Boyang : Warisan Tradisional Suku Mandar Sulawesi Barat

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Rumah Boyang
Rumah Boyang : Warisan Tradisional Suku Mandar Sulawesi Barat

Rumah Boyang Merupakan Rumah Adat Dari Suku Mandar, Yang Berada Di Wilayah Sulawesi Barat, Indonesia. Bangunan Tradisional ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal. Tetapi juga sebagai simbol kebudayaan dan jati diri masyarakat Mandar yang sarat dengan nilai-nilai sejarah, budaya. Serta kepercayaan yang di wariskan secara turun temurun. Dalam bahasa Mandar, kata “Boyang” berarti “rumah”. Dan bangunan ini memiliki ciri-ciri arsitektur khas yang membedakannya dari rumah adat lainnya di Indonesia. Khususnya dalam masyarakat Mandar di Sulawesi Barat. Bangunan ini di bangun di atas tiang-tiang yang tinggi. Sehingga menjadikannya sebagai rumah panggung.

Struktur ini membuat rumah tahan terhadap banjir, serangan binatang buas, dan memudahkan sirkulasi udara di bawah rumah. Oleh sebab itu tiang dan rangka Rumah Boyang umumnya terbuat dari kayu ulin, kayu jati, atau kayu besi yang terkenal kokoh dan tahan lama. Maka kayu ini tahan terhadap perubahan cuaca dan iklim tropis yang lembap. Dan atap rumah ini berbentuk pelana yang tinggi di bagian tengah dan merendah di sisi sisinya. Karena bentuk ini memudahkan air hujan mengalir ke tanah, sehingga mencegah kebocoran.

Atap biasanya terbuat dari bahan alami seperti daun rumbia, ijuk, atau daun nipa yang dianyam. Karena bahan ini memberikan efek pendinginan alami di dalam rumah dan sangat sesuai dengan iklim tropis. Oleh karena itu atap yang menjulang tinggi juga memiliki makna simbolis. Maka bagi masyarakat Mandar, ini melambangkan hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta serta sikap keterbukaan dan kepercayaan terhadap alam. Dan tangga bangunan ini memiliki jumlah anak tangga ganjil, biasanya tiga, lima, atau tujuh Rumah Boyang.

Rumah Boyang Di Lengkapi Dengan Ukiran Dan Hiasan Pada Dinding Atau Tiang

Angka ganjil di anggap membawa keberuntungan dan sering di gunakan dalam adat Mandar sebagai simbol keberkahan. Dan tangga juga berfungsi sebagai batas antara ruang luar (dunia luar) dan ruang dalam rumah yang lebih privat. Sehingga masyarakat Mandar memiliki aturan tata krama untuk menaiki dan menggunakan tangga ini. Karena area kolong di bawah rumah sering di gunakan untuk menyimpan alat pertanian, hasil panen, atau sebagai kandang hewan ternak. Oleh sebab itu pada masa lalu, kolong ini juga berfungsi sebagai tempat berlindung dalam kondisi darurat.

Bagian utama rumah ini adalah ruang keluarga yang disebut “lotang,” yang berfungsi sebagai pusat aktivitas keluarga. Di sini, keluarga berkumpul, melakukan kegiatan sehari hari, serta menerima tamu. Dan loteng biasanya di gunakan sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga atau pusaka keluarga. Sehingga beberapa benda pusaka ini memiliki nilai spiritual atau di anggap sakral dan hanya boleh di akses oleh anggota keluarga tertentu. Oleh sebab itu beberapa Rumah Boyang Di Lengkapi Dengan Ukiran Dan Hiasan Pada Dinding Atau Tiang yang memiliki makna simbolis.

Motif-motif ini mencerminkan nilai kepercayaan dan budaya Mandar, seperti keberanian, ketahanan, dan hubungan dengan alam. Dan warna yang di gunakan pada ukiran serta bagian rumah biasanya berasal dari bahan alami. Seperti pewarna dari tumbuhan, yang memberikan kesan alami dan sejuk. Karena rumah ini di rancang dengan ventilasi yang cukup agar sirkulasi udara berjalan baik. Sehingga struktur panggungnya memungkinkan angin untuk mengalir dari bawah, yang menjaga rumah tetap sejuk meskipun cuaca panas. Serta pencahayaan alami di optimalkan dengan jendela besar yang memungkinkan sinar matahari masuk.

Di Buat Dengan Arah Yang Di Sesuaikan Dan Kepercayaan Adat Setempat

Membuat rumah lebih terang di siang hari tanpa perlu banyak pencahayaan tambahan. Karena bangunan ini sering Di Buat Dengan Arah Yang Di Sesuaikan Dan Kepercayaan Adat Setempat. Sehingga arah rumah biasanya memiliki makna penting bagi masyarakat Mandar, seperti menghadap ke laut atau gunung, tergantung pada tata nilai yang di yakini. Dengan lokasi rumah biasanya memperhatikan lingkungan sekitar, terutama faktor keamanan dari banjir atau serangan hewan liar. Oleh sebab itu lokasi dan tata letak rumah menjadi bagian dari pengetahuan lokal yang di wariskan untuk menjaga kesejahteraan keluarga.

Bagian kolong di gunakan untuk berbagai aktivitas, mulai dari penyimpanan alat pertanian, hasil panen, hingga tempat berlindung bagi hewan ternak. Maka pada masa lampau, bagian kolong ini juga di manfaatkan sebagai tempat bertahan dari ancaman binatang buas atau serangan dari luar. Karena bagian utama rumah ini di sebut dengan “lotang” yang merupakan tempat keluarga melakukan berbagai aktivitas sehari hari. Seperti berkumpul, berinteraksi, dan menerima tamu. Oleh karena itu pada ruang ini terdapat area khusus untuk meletakkan simbol-simbol kebudayaan atau benda pusaka yang melambangkan identitas keluarga.

Bagian Atas (Loteng) biasanya di gunakan untuk menyimpan barang penting atau harta benda yang sangat berharga. Selain itu, loteng juga berfungsi sebagai tempat perlindungan jika ada bahaya, dan dalam beberapa kasus di jadikan tempat penyimpanan benda sakral atau pusaka yang di wariskan secara turun temurun. Sehingga bangunan dari suku Mandar di Sulawesi Barat memiliki nilai filosofis dan makna simbolis yang sangat dalam. Karena di setiap elemen arsitektur dan bagian rumah memiliki arti yang mencerminkan pandangan hidup, nilai sosial, serta kepercayaan spiritual masyarakat Mandar.

Melambangkan Keberanian Masyarakat Mandar

Atap yang menjulang tinggi dan berbentuk pelana Melambangkan Keberanian Masyarakat Mandar. Terutama sebagai pelaut dan penjelajah laut yang ulung. Karena atap ini merefleksikan semangat untuk menghadapi tantangan dan beradaptasi dengan lingkungan, khususnya di laut yang penuh resiko. Oleh sebab itu rumah yang di bangun dengan kokoh dan megah juga mencerminkan kehormatan pemilik rumah. Sehingga rumah ini menunjukkan status sosial serta kebanggaan keluarga di masyarakat Mandar, terutama jika di dirikan dengan material kuat. Seperti kayu ulin atau jati yang menandakan kemampuan pemiliknya.

Membangun rumah ini melibatkan banyak pihak, termasuk keluarga besar, tetangga, dan masyarakat sekitar. Karena pembangunan di lakukan secara bersama sama atau gotong royong, yang mencerminkan nilai solidaritas dan kebersamaan masyarakat Mandar. Maka gotong royong dalam mendirikan rumah menguatkan ikatan kekeluargaan dan kekerabatan. Oleh sebab itu tradisi ini juga mengajarkan generasi muda tentang pentingnya kebersamaan dan saling membantu dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga bangunan ini di bangun dalam bentuk panggung dengan bahan-bahan alami seperti kayu, daun rumbia, dan ijuk.

Struktur panggung ini mencerminkan adaptasi masyarakat Mandar terhadap kondisi lingkungan tropis, seperti menghadapi banjir atau serangan binatang. Sehingga penggunaan material alami untuk atap bukan hanya ramah lingkungan, tetapi juga memberikan kesejukan alami di dalam rumah. Hal ini menunjukkan kesadaran masyarakat Mandar untuk menjaga keseimbangan dengan alam. Dan tangga rumah ini biasanya berjumlah ganjil. Karena angka ganjil di yakini sebagai angka yang membawa keberuntungan dan berkah bagi penghuni rumah. Maka hal ini di dasarkan pada kepercayaan spiritual masyarakat Mandar yang menganggap angka ganjil memiliki energi positif Rumah Boyang.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait