Dugaan Korupsi Rp34 Miliar Mantan Dirut Taspen
Dugaan Korupsi Rp34 Miliar Mantan Dirut Taspen

Dugaan Korupsi Rp34 Miliar Mantan Dirut Taspen

Dugaan Korupsi Rp34 Miliar Mantan Dirut Taspen

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Dugaan Korupsi Rp34 Miliar Mantan Dirut Taspen
Dugaan Korupsi Rp34 Miliar Mantan Dirut Taspen

Dugaan Korupsi Rp34 Miliar Mantan Dirut Taspen Antonius Nicholas Stephanus Kosasih Di Dakwa Melakukan Korupsi. Korupsi yang di lakukan senilai Rp34,08 miliar yang berasal dari skema investasi fiktif di PT Taspen pada tahun 2019. Kasus ini menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1 triliun akibat investasi pada Reksa Dana I-Next G2. Yang di gunakan untuk penerbitan Sukuk Ijarah TPS Food 2 tahun 2016 tanpa analisis investasi yang memadai, sehingga mengalami gagal bayar (default).

Dari hasil korupsi tersebut, Kosasih di duga memperkaya diri dengan membeli berbagai aset mewah. Termasuk 11 unit apartemen di beberapa lokasi strategis seperti The Smith, Spring Wood, Sky House Alam Sutera. Dan Belezza Permata Hijau dengan nilai total mencapai puluhan miliar rupiah. Sebagian apartemen tersebut tercatat atas nama Theresia Mela Yunita. Seorang pramugari yang di duga merupakan selingkuhannya. Selain itu, Kosasih juga membeli tiga bidang tanah di kawasan Jelupang, Tangerang Selatan, senilai sekitar Rp4 miliar. Serta tiga unit mobil mewah yang di berikan kepada anak-anaknya.

Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa Kosasih memperkaya diri sendiri sebesar Rp28,45 miliar dan sejumlah valuta asing dalam berbagai mata uang, termasuk dolar AS, dolar Singapura, euro, dan lainnya. Uang hasil korupsi tersebut di gunakan untuk berbagai keperluan pribadi yang menunjukkan penyalahgunaan jabatan dan kepercayaan dalam pengelolaan dana pensiun pegawai negeri.

Selain Dugaan melakukan investasi tanpa analisis yang memadai. Kosasih juga di duga merevisi dan menyetujui kebijakan investasi PT Taspen untuk memuluskan tindakannya. Kasus ini kini sedang di sidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Dengan proses hukum yang terus berjalan untuk mengungkap seluruh fakta dan mempertanggungjawabkan perbuatan Kosasih di depan hukum.

Dugaan Korupsi Rp34 Miliar Di Salahgunakan Untuk Kepentingan Pribadi

Dugaan Korupsi Rp34 Miliar Di Salahgunakan Untuk Kepentingan Pribadi, Mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih, di dakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp34,3 miliar dari hasil korupsi investasi fiktif. Keuntungan tersebut di peroleh dari pengelolaan dana investasi PT Taspen yang tidak sah. Akibat investasi bodong ini. Negara mengalami kerugian hingga Rp1 triliun.

Kosasih menggunakan uang hasil korupsi untuk kepentingan pribadinya. Termasuk membeli aset-aset mewah. Aset yang di beli antara lain 11 unit apartemen yang berlokasi di The Smith, Springwood, Sky House Alam Sutera, dan Belezza Permata Hijau. Harga apartemen tersebut bervariasi mulai dari Rp2 miliar hingga Rp10,7 miliar. Selain apartemen, Kosasih juga membeli tiga bidang tanah di Jelupang, Tangerang Selatan.

Tidak hanya aset properti, Kosasih juga membelikan mobil mewah untuk anak-anaknya. Jaksa juga mengungkapkan bahwa Kosasih menyimpan sejumlah valuta asing. Termasuk USD 127.037, SGD 283.000, EUR 10.000, TBH 1.470, Pounds 20, JPY 128.000, HKD 500, dan KRW 1.262.000.

Dalam kasus ini, dugaan Kosasih tidak hanya di dakwa memperkaya diri sendiri. Tetapi juga memperkaya pihak lain. Beberapa pihak yang diduga menerima aliran dana dari korupsi ini antara lain Ekiawan Heri Primaryanto (mantan Direktur Utama PT Investment Management IIM). Patar Sitanggang (Komisaris PT Krea Asset Management), PT IIM, PT KB Valbury Sekuritas Indonesia, PT Pacific Sekuritas Indonesia, PT Sinar Mas Sekuritas, dan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. Saat ini, Kosasih sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Integritas Pejabat BUMN Di Pertanyakan Di Tengah Skandal Keuangan

Integritas Pejabat BUMNDi Pertanyakan Di Tengah Skandal Keuangan kini tengah di pertanyakan di tengah maraknya skandal korupsi yang melibatkan para pimpinan perusahaan pelat merah. Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sejak 2016 hingga 2023 terdapat 212 kasus korupsi di lingkungan BUMN yang merugikan negara sekitar Rp64 triliun. Dengan 349 pejabat BUMN pernah di tetapkan sebagai tersangka. Termasuk direktur dan pimpinan menengah.

Keberadaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN menimbulkan kekhawatiran karena menghapus status penyelenggara negara bagi anggota dewan direksi, komisaris, dan pengawas BUMN. Sehingga secara hukum mereka tidak lagi dapat di kenai sanksi korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang selama ini berwenang menangani tindak pidana korupsi penyelenggara negara. Namun, KPK menegaskan tetap memiliki kewenangan menindak kasus korupsi di BUMN selama terdapat unsur penyelenggara negara dan kerugian negara, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi dan ketentuan undang-undang lainnya.

Skandal korupsi yang mencuat di berbagai BUMN. Seperti kasus PT ASDP Indonesia Ferry dengan penyitaan aset mewah senilai Rp1,2 triliun dan kerugian negara hampir Rp900 miliar. Menunjukkan betapa parahnya praktik korupsi yang merusak reputasi dan integritas pejabat BUMN. Menteri Hukum menegaskan bahwa pejabat BUMN tetap dapat di proses hukum jika terbukti melakukan korupsi. Menepis kekhawatiran bahwa UU BUMN baru akan melemahkan penegakan hukum terhadap mereka.

Namun, fakta bahwa pejabat BUMN sering terlibat kasus korupsi dan adanya perubahan regulasi yang berpotensi melemahkan pengawasan menimbulkan keraguan publik. Terhadap komitmen para pemimpin BUMN dalam menjaga integritas dan amanah. Kasus-kasus korupsi ini tidak hanya merugikan keuangan negara. Tetapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi BUMN sebagai pengelola aset strategis bangsa. Oleh karena itu, penguatan pengawasan dan penegakan hukum yang tegas sangat di perlukan. Untuk memastikan pejabat BUMN menjalankan tugasnya dengan integritas tinggi dan tidak menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi.

Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Taspen Di Sorot

Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Taspen Di Sorot oleh Dana pensiun yang di kelola oleh PT Taspen menjadi korban dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih. Korupsi yang terjadi dalam pengelolaan investasi dana pensiun ini menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1 triliun. Sekaligus memperlihatkan lemahnya akuntabilitas dan pengawasan dalam pengelolaan keuangan perusahaan yang bertugas menjamin kesejahteraan para pensiunan pegawai negeri.

Kasus ini bermula dari investasi fiktif yang di lakukan Kosasih pada Reksa Dana I-Next G2 yang di gunakan untuk penerbitan Sukuk Ijarah TPS Food 2 tahun 2016 tanpa analisis investasi yang memadai. Investasi tersebut gagal bayar (default), sehingga menyebabkan kerugian besar bagi dana pensiun yang seharusnya di kelola secara profesional dan transparan. Uang hasil korupsi sebesar Rp34 miliar di gunakan Kosasih untuk membeli aset mewah. Seperti apartemen, tanah, dan kendaraan, yang menunjukkan penyalahgunaan jabatan dan dana publik untuk kepentingan pribadi.

Kasus ini menimbulkan sorotan tajam terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan PT Taspen, karena dana pensiun yang seharusnya aman dan di kelola dengan prinsip kehati-hatian justru di salahgunakan. Para pensiunan yang mengandalkan dana tersebut sebagai sumber penghasilan di masa tua menjadi pihak yang di rugikan secara langsung.

Selain itu, kasus ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai mekanisme pengawasan oleh regulator dan lembaga terkait. Seperti Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Yang seharusnya memastikan pengelolaan dana pensiun berjalan sesuai aturan dan prinsip good governance.

Secara keseluruhan, kasus korupsi di PT Taspen ini menjadi peringatan serius bahwa akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan dana pensiun harus menjadi prioritas utama demi melindungi hak dan kesejahteraan para pensiunan yang bergantung pada dana tersebut. Inilah beberapa penjelasan yang bisa kamu ketahui Dugaan.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait